Blogger Template by Blogcrowds

^_^ WELLCOME ^_^

Selamat Datang...Sugeng Rawuh...
di BLOGGER pertamaku....
ini adalah artikel tentang e-lerning yang di fokuskan kepada materi kuliah tentang Konsep Teknologi Informasi

terima kasih sudah berkunjung di alamat link ini...

Aplikasi GIS untuk Perkebunan

Abtraksi

Sistem informasi geografi membantu menginventarisasi data-data lahan perkebunan tebu menjadi lebih cepat dianalisis. Proses pengolahan tanah, proses pembibitan, proses penanaman, proses perlindungan dari hama dan penyakit tananan dapat dikelola oleh manager kebun, bahkan dapat dipantau dari direksi.

Latar Belakang
Kompleksitas permasalahan lahan tebu dapat menjadi bom waktu, bagi BUMN-BUMN yang memiliki lahan tebu namun tidak mendata aspek legalitas dan potensi problem. Disamping aspek teknik pengelolaan sumberdaya lahan pertanian akan memberikan nilai lebih dengan aplikasi teknologi informasi. Keputusan managemen menjadi lebih terarah apabila didasarkan atas visualisasi kondisi pelaksanaan di lapangan dan analisisnya.

Merancang sistem informasi geografi merupakan kombinasi dari berbagai keahlian di bidang pertanian, geografi, geodesi, teknologi informasi, ilmu budidaya pertanian, issu-issu spesifik dibidang pertanian, kesuburan tanah, biologi tanah dan issu isu lain terkait dengan management lahan dapat memberikan wawasan bagi direksi untuk mengambil keputusan yang lebih tepat bagi pengembangan perusahaan perkebunan.

Metodologi

Untuk merancang aplikasi GIS bagi perkebunan tebu, perlu didefinisikan terlebih dahulu tingkat skala perencanaan.
1. Tingkat detail 1 : 10.000 membutuhkan peta kadaster dari pengukuran lahan tebu. Selanjutnya di digitasi menjadi peta bereferensi geografis untuk dimasukkan ke aplikasi GIS.
2. Tingkat Semi detail 1 : 25.000 diperoleh dari peta interpretasi foto udara (terbaru). Selanjutnya di digitasi menjadi peta bereferensi geografis untuk dimasukkan ke aplikasi GIS.
3. Tanpa skala : dikoleksi dari peta-peta / gambar-gambar kebun dan didigitasi menjadi peta bereferensi geografis untuk dimasukkan ke aplikasi GIS, namun akurasi sangat tidak mendukung.

Peta-peta tersebut harus dikelompokkan menurut satuan pengelolaan lahannya, setiap entity pengelolaan lahan didaftarkan menjadi database yang memiliki id record. Tahapan selanjutnya yaitu melengkapi tabel managemen pengelolaan lahan yang memiliki id yang sama dengan id peta satuan pengelolaan lahan.

Tahapan analisis kebutuhan dari managemen pengelolaan lahan merupakan kebutuhan untuk mendapatkan masukkan dari pakar di bidang pertanian untuk mengoptimalisasi pengelolaan sumber daya lahan. Berbagai teknologi yang sudah diterapkan pada lahan tersebut maupun analisisnya menjadi kebutuhan untuk dikerjakan secara tersendiri dalam tim yang merancang pengelolaan lahan existing dan alternatifnya.

Pada tahap final implementasi dari grand design aplikasi, dengan memasukkan keseluruhan informasi menjadi aplikasi GIS untuk perkebunan tebu dengan output sistem informasi perkebunan tebu.

Hasil dan Kelebihan
1. Sistem ini bukan semata-mata software atau aplikasi komputer, namun merupakan keseluruhan dari pekerjaan managemen pengelolaan lahan pertanian, pemetaan lahan, pencatatan kegiatan harian di kebun menjadi database, perencanaan system dan lain-lain. Sehingga bisa dikatakan merupakan perencanaan ulang pengelolaan perkebunan tebu menjadi sistem yang terintegrasi.

2. Dalam jangka panjang, bisa direduksi kemungkinan permasalahan lahan baik fisik maupun sosial. Bahkan dapat menjamin keberlangsungan perkebunan tebu, dengan syarat pihak managemen senantiasa mempelajari berjalannya sistem ini dan mengambil keputusan managerial yang tepat.














Diskusi maupun riset mengenai ketahanan pangan sangat intensif didiskusikan saat ini, sehubungan dengan dukungan ketersediaan pangan untuk masyarakat Indonesia secara umum. Salah satu elemen pangan yang utama adalah beras yang diperoleh dari pengelolaan lahan sawah. Mengetahui luasan sawah sangat penting didalam memprediksi ketersediaan beras setiap tahunnya. Beberapa metode yang dilakukan selama ini adalah metode tabular, yaitu mencatat luas sawah dari masing masing desa secara manual , kemudian di total di tingkat kecamatan hingga tingkat nasional.

Metode lain adalah dengan menggunakan data satelit inderaja dan SIG (Sistem informasi Geografi). Tulisan ini merupakan metode deteksi menggunakan data multi temporal Lansat dan di komplemen dengan data lain untuk menghitung luas sawah di Kabupaten Sidrap pada tahun 1995. Tehnik deteksi seperti diffrentiation technics, analisis Visual dan SIG digunakan untuk mengidentifikasi secara spasial luas lahan pada tahun tersebut.

Peneliti : Jansen Sitorus, Susanto, Petri Budhi, Purwandhari, Heri Sasongko
Peneliti Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh-LAPAN
E-Mail :strs_jan@lapanrs.com






29 June 2007

Dengan semakin banyaknya aset yang tersebar di banyak lokasi, maka hal ini akan dihadapkan pada kesulitan dalam mengetahui / memberikan informasi secara akurat terhadap jumlah dan nilai asset yang dimiliki yang tersebar diseluruh pelosok baik perkotaan maupun pedesaan dikarenakan banyaknya asset dan lokasi sebaran asset tersebut yang begitu luas.
Dengan SIG, persoalan tersebut dapat dengan mudah diatasi. Lokasi dan atribut asset terekam dan direpresentasikan dalam SIG.

Setiap perubahan yang terjadi data jaringan di lapangan, baik penambahan jaringan, pengurangan jaringan ataupun mutasi jaringan akan selalu dilakukan updating terhadap data SIG yang ada, sehingga data SIG akan menjadi “mirror” bagi data lapangan. Informasi yang disajikan bukan hanya dalam bentuk data teks yang statis, tetapi merupakan data spasial (keruangan) sehingga data berupa lokasi jaringan, kondisi jaringan dan atribut jaringan yang bersangkutan.

Data – data SIG ini pada akhirnya akan membentuk sebuah Data Induk Jaringan (DIJ) yang merupakan database jaringan dan asset. Sebagai database jaringan dan asset, DIJ memegang peran penting dalam proses pengambilan keputusan di bidang distribusi. DIJ ini akan menjadi acuan bagi proses perencanaan, pemeliharaan dan operasi bidang distribusi.

DIJ ini jika diperlukan, bahkan digunakan oleh bidang – bidang lain misalnya Pemasaran.


6 August 2007

Dalam praktek sehari - hari, Aplikasi GIS mencakup banyak sekali bagian yang saling terkait. Ada bagian perencanaan, bagian operasi, bagian pemeliharaan, bagian pemasaran dan bagian - bagian lain.
Sehubungan dengan hal tersebut input yang didapatkan dalam updating data GIS berasal dari berbagai macam bagian tersebut. Keuntungannya adalah ada banyak input yang masuk ke bagian
GIS sehingga updating data menjadi semakin sering dan akan lebih memperbaiki sistem yang ada
sehingga lebih sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Tetapi selain keuntungan di atas, ternyata dalam prakteknya ada beberapa input yang cenderung tidak valid dengan berbagai sebab. Penyebabnya antara lain karena kesalahan pengamatan survei, formulir survei yang salah tulis atau karena form survei yang hilang atau tertukar dengan form survei lain.
Permasalahan di atas masih bisa dimaklumi karena kesalahan yang tidak disengaja dan manusiawi. Ada beberapa permasalahan yang cenderung “disengaja” untuk memberikan keuntungan bagi yang memberikan input tersebut dengan berbagai alasan.
Kalau sudah terjadi seperti ini, seringkali data GIS dianggap tidak valid dan tidak bisa digunakan sebagai acuan pengambilan keputusan. Padahal data yang ada adalah berdasarkan input dari berbagai pihak yang operator GIS sendiri tidak selalu bisa mengontrol dan menyeleksi data - data mana yang benar atau data - data mana yang tidak benar.
Tugas operator GIS hanya menginputkan data sesuai dengan masukan diperoleh. Tidak lebih dari
itu. Dengan kondisi seperti ini, tugas operator GIs menjadi lebih berat dikarenakan untuk lebih mem-valid-kan data, operator GIS harus melakukan sampling ke lokasi terhadap data - data yang ada sehingga bisa mengurangi faktor kesalahan dikarenakan input yang salah.
Dalam beberapa kondisi, ternyata ditemukan perubahan terhadap data lapangan yang dilakukan
oleh oknum - oknum yang tidak bertanggung jawab, hal ini sangat fatal karena perubahan yang dilakukan oleh oknum - oknum tersebut ternyata tidak dilaporkan atau di sampaikan ke bagian
GIS sehingga data - data yang ada di GIS adalah data - data lama sebelum di rubah oleh oknum tersebut.
Apakah dengan kondisi seperti ini, data GIS akhirnya di vonis tidak valid? sementara banyak hal yang membuat data tersebut tidak valid. Semestinya dibuatkan sebuah rule / aturan yang tegas untuk tidak ada kesempatan bagi oknum - oknum tersebut melakukan sesuatu yang illegal yang berhubungan dengan data GIS. Sampai saat ini belum ada aturan tersebut.

Sistem informasi geografis


Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

Langsung ke: navigasi, cari
GIS dengan Quantum GIS.
GIS dengan Quantum GIS.

Sistem Informasi Geografis (bahasa Inggris: Geographic Information System disingkat GIS) adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan). Atau dalam arti yang lebih sempit, adalah sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk membangun, menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi berefrensi geografis, misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah database. Para praktisi juga memasukkan orang yang membangun dan mengoperasikannya dan data sebagai bagian dari sistem ini.

Teknologi Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk investigasi ilmiah, pengelolaan sumber daya, perencanaan pembangunan, kartografi dan perencanaan rute. Misalnya, SIG bisa membantu perencana untuk secara cepat menghitung waktu tanggap darurat saat terjadi bencana alam, atau SIG dapat digunaan untuk mencari lahan basah (wetlands) yang membutuhkan perlindungan dari polusi.

[sunting] Sejarah pengembangan

35000 tahun yang lalu, di dinding gua Lascaux, Perancis, para pemburu Cro-Magnon menggambar hewan mangsa mereka, juga garis yang dipercaya sebagai rute migrasi hewan-hewan tersebut. Catatan awal ini sejalan dengan dua elemen struktur pada sistem informasi gegrafis modern sekarang ini, arsip grafis yang terhubung ke database atribut.

Pada tahun 1700-an teknik survey modern untuk pemetaan topografis diterapkan, termasuk juga versi awal pemetaan tematis, misalnya untuk keilmuan atau data sensus.

Awal abad ke-20 memperlihatkan pengembangan "litografi foto" dimana peta dipisahkan menjadi beberapa lapisan (layer). Perkembangan perangkat keras komputer yang dipacu oleh penelitian senjata nuklir membawa aplikasi pemetaan menjadi multifungsi pada awal tahun 1960-an.

Tahun 1967 merupakan awal pengembangan SIG yang bisa diterapkan di Ottawa, Ontario oleh Departemen Energi, Pertambangan dan Sumber Daya. Dikembangkan oleh Roger Tomlinson, yang kemudian disebut CGIS (Canadian GIS - SIG Kanada), digunakan untuk menyimpan, menganalisis dan mengolah data yang dikumpulkan untuk Inventarisasi Tanah Kanada (CLI - Canadian land Inventory) - sebuah inisiatif untuk mengetahui kemampuan lahan di wilayah pedesaan Kanada dengan memetakaan berbagai informasi pada tanah, pertanian, pariwisata, alam bebas, unggas dan penggunaan tanah pada skala 1:250000. Faktor pemeringkatan klasifikasi juga diterapkan untuk keperluan analisis.

GIS dengan gvSIG.
GIS dengan gvSIG.

CGIS merupakan sistem pertama di dunia dan hasil dari perbaikan aplikasi pemetaan yang memiliki kemampuan timpang susun (overlay), penghitungan, pendijitalan/pemindaian (digitizing/scanning), mendukung sistem koordinat national yang membentang di atas benua Amerika , memasukkan garis sebagai arc yang memiliki topologi dan menyimpan atribut dan informasi lokasional pada berkas terpisah. Pengembangya, seorang geografer bernama Roger Tomlinson kemudian disebut "Bapak SIG".

CGIS bertahan sampai tahun 1970-an dan memakan waktu lama untuk penyempurnaan setelah pengembangan awal, dan tidak bisa bersaing denga aplikasi pemetaan komersil yang dikeluarkan beberapa vendor seperti Intergraph. Perkembangan perangkat keras mikro komputer memacu vendor lain seperti ESRI dan CARIS berhasil membuat banyak fitur SIG, menggabung pendekatan generasi pertama pada pemisahan informasi spasial dan atributnya, dengan pendekatan generasi kedua pada organisasi data atribut menjadi struktur database. Perkembangan industri pada tahun 1980-an dan 1990-an memacu lagi pertumbuhan SIG pada workstation UNIX dan komputer pribadi. Pada akhir abad ke-20, pertumbuhan yang cepat di berbagai sistem dikonsolidasikan dan distandarisasikan menjadi platform lebih sedikit, dan para pengguna mulai mengekspor menampilkan data SIG lewat internet, yang membutuhkan standar pada format data dan transfer.

Indonesia sudah mengadopsi sistem ini sejak Pelita ke-2 ketika LIPI mengundang UNESCO dalam menyusun "Kebijakan dan Program Pembangunan Lima Tahun Tahap Kedua (1974-1979)" dalam pembangunan ilmu pengetahuan, teknologi dan riset.

Data lapangan vs Data GIS



Data lapangan vs Data GIS

14 September 2007

Dalam praktek sehari - hari, perubahan data lapangan adalah sesuatu yang biasa terjadi karena dinamika perkembangan di lapangan yang mengharuskan terjadinya perubahan tersebut. Dalam kaitan dengan hal tersebut data - data GIS juga harus

mengikutinya.
Persoalan muncul ketika data - data tersebut harus mempunyai identitas unik dan harus terurut sesuai kondisi lapangan, sehingga memudahkan dalam tracing nantinya. Sebuah misal, Ada 100 tiang listrik dilapangan, dengan identitas urut mulai awal

sampai akhir, untuk memenuhi permintaan, di lapangan diberikan sisipan tiang diantara tiang ke 2 dan ke 3, akibat yang terjadi adalah kita harus memberikan penomoran ulang untuk semua tiang mulai tiang nomor 3 sampai tiang nomor 100.
Hal ini menjadi persoalan tersendiri karena nomor - nomor tiang ini juga berkaitan erat dengan data - data lain yang terkait dengan nomor tiang ini. Misalnya data pelanggan yang mengambil suplai daya dari tiang tersebut, yang juga harus berubah

sesuai dengan penomoran baru tersebut.
Banyak sekali implikasi yang terjadi dengan perubahan kondisi lapangan terhadap data - data GIS supaya data - data GIS selalu update. Seringkali perubahan kondisi lapangan yang hanya dikerjakan dalam waktu 1 hari saja, ternyata perubahan data di

GIS harus memakan waktu 1 minggu.
Sampai saat ini, kami belum mempunyai formula yang tepat agar perubahan kondisi di lapangan segera bisa diikuti oleh data GIS tanpa perlu memakan waktu yang relatif lama. Dan ini selalu menjadi pemikiran kami untuk bisa membuat formula yang tepat

dan dapat diterapkan untuk semua kondisi lapangan. Tentu saja sulit untuk dilakukan, tapi bukan tidak mungkin.

Studio GIS

Studio GIS

Sejak tahun 1989, Lembaga Alam Tropika Indonesia atau lebih dikenal dengan LATIN sangat “concern” untuk mengembangkan berbagai kegiatan dan metode dalam partisipasinya mewujudkan pengelolaan sumber daya alam di Indonesia yang lebih adil dan lestari. Pengembangan-pengembangan tersebut terutama difokuskan di tingkat masyarakat secara langsung (berbasis komunitas/masyarakat), dalam membantu meningkatkan kemampuan, peran serta dan tingkat hidup masyarakat, khususnya masyarakat di sekitar atau yang bergantung hidupanya pada hutan. Sampai saat ini LATIN sudah bekerja dengan masyarakat di puluhan desa yang tersebar di 7 kabupaten yaitu Pesisir Krui/Kab. Lampung Barat (Lampung), Kab. Pandeglang (Banten), Kab. Kuningan dan Sukabumi (Jawa Barat), Kab. Pekalongan (Jawa Tengah), Kab. Jember (Jawa Timur) dan Kab. Dompu (Nusa Tenggara Barat).

Salah satu metode yang dikembangkan di lokasi-lokasi tersebut adalah pendekatan berbasis ruang (spasial) yang dilakukan secara partisipatif dan berbasis komunitas melalui pembentukan Studio GIS (Geographical Information System, dalam bahasa Indonesia yaitu SIG atau Sistem Informasi Geografis). Dengan metode ini pendekatan dalam penyelesaian masalah-masalah pengelolaan sumber daya alam dari mulai tingkat masyarakat sampai tingkat kebijakan, dimulai dengan membuat basis informasi yang kuat atas apa yang ada dan terjadi di lokasi di mana fenomena atau permasalahan tersebut terjadi, baik menyangkut aspek fisik, sosial, ekonomi, budaya, dll. Basis informasi ini yang kemudian menjadi bahan diskusi para pihak terkait untuk memutuskan apa yang terbaik yang harus dilakukan. Di 7 lokasi LATIN, sejak 10 tahun terakhir LATIN khususnya Studio GIS mengembangkan dan membantu masyarakat dengan memfasilitasi GIS dan Pemetaan Partisipatif, antara lain untuk perencanaan kawasan hutan, perencanaan desa, dsb.

Selain terus mengembangkan dan berinovasi dengan metode dan teknik-teknik GIS serta Pemetaan, dalam mengembangkan dan mempromosikan pendekatan-pendekatan berbasis spasial Studio GIS juga menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga baik di dalam maupun di luar negeri. Antara lain menjadi anggota JKPP (Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif), bekerja sama dengan Silva Forest Foundation (SFF) dan International Development and Research Center (IDRC) dari Kanada, International Institute for Rural Reconstruction (IIRR) dari Filipina, Sustainable Development Foundation (SDF) Thailand, ESSC Filipina, dll.

Untuk memperluas dan mempromosikan pendekatan berbasis spasial kepada masyarakat luas dengan tema GIS / Pemetaan untuk keperluan yang lebih umum, Studio GIS sejak tahun 2000 memberikan berbagai layanan kepada publik antara lain konsultasi mengenai GIS dan Pemetaan, magang, pelatihan indoor dan outdoor, dll. Baik untuk mitra kerjanya, LSM, staf pemerintah, mahasiswa, maupun untuk masyarakat umum lainnya. Selain juga menerima print peta / poster, layanan data (peta) dijital, dsb.

Untuk hal tersebut, Studio GIS telah didukung dengan sarana dan prasarana yang cukup memadai antara lain Komputer PC dan Laptop, Plotter (Cetak Ukuran Besar), Printer, Scanner, Digitizer, GPS (Global Positioning System), Altimeter, Kompas, Meteran, dll. Sedangkan untuk perangkat lunaknya antara lain menggunakan Arc View GIS, Arc GIS 9.1, Mapinfo, Er Mapper, dll. Ditangani oleh staf yang telah berpengalaman selama 10 tahun di bidang GIS dan Pemetaan. >>>>>


GIS

Saat ini mungkin sudah lebih jauh istilah GIS berkembang, mudah-mudahan tulisan ini belumlah menjadi basi melihat bagaimana GIS sekarang ini.

Sejarah GIS atau dalam bahasa Indonesia SIG atau Sistem Informasi Geografis, tidak terlepas dari berkembangnya kebutuhan akan peta, baik teknik maupun fungsi peta dalam kehidupan kita sehari-hari.

Berkembangnya teknologi informasi khususnya komputer, makin menguatkan berkembangnya inovasi-inovasi baru dalam mengembangkan peta saat ini. teknik-teknik manual yang dulu sulit untuk dilakukan, dengan GIS menjadi makin mudah seperti mereproduksi ulang peta, memperbarui peta dll.

Satelit multifungsi Korea Selatan




Menristek Korsel dan Institut Riset Antariksa Korea (KARI) menerima gambar-gambar dari kamera-kamera beresolusi tinggi dari Arirang-2, tulis berita dari english.hani.co.kr, akhir Agustus lalu.
Foto-foto termasuk Gunung Baekdu, puncak tertinggi di Semenanjung Korea, garis pantai dan bandara Afrika Selatan Cape Town, dan bandara internasional San Francisco.
"Gambar-gambar ini diperoleh lebih cepat dari jadwal, dan kami puas dengan kualitas yang dihasilkan sepanjang uji coba ini," kata Paik Hong-yul, pimpinan KARI, dalam sebuah jumpa pers begitu menerima foto-foto itu.
Arirang-2 mengitari bumi 14,5 kali setiap hari, 685 km di atas permukaan bumi. Kamera dimuat dalam satelit memiliki resolusi satu meter per segi, yang berarti bahwa sebuah area dengan ukuran itu dapat ditampilkan dengan satu pixel. "Dengan melakukan adjustment, kita akan dapat menerima gambar terbaik."
Satelit tertua seperti Arirang-1 dapat mengambil gambar dengan ukuran pixel 6,6 meter persegi. Lee Ju-jin, dari divisi satelit KARI, mengatakan bahwa sebuah bus dapat dikenali dari sebuah foto satelit Gunung Baekdu.
KARI direncanakan untuk menjual foto-foto satelit mulai tahun depan. KARI sendiri telah meneken kontrak dengan berbagai perusahaan di Amerika Serikat, Perancis, dan Timur Tengah. Sebuah foto dengan area 15 km persegi dikenakan biaya 10.000 dolar AS. Satelit sendiri akan beroperasi selama tiga tahun, dan akan menghasilkan keuntungan total 54 juta dolar AS, sesuai dengan prakiraan KARI.
Meskipun durasi operasional Arirang-2 tiga tahun, namun Paik menambahkan bahwa "Arirang-2 dapat hidup di ruang angkasa lebih dari lima tahun." (bj)

Malaysia Siapkan Proyek Jutaan Dolar Lacak Migrasi Penyu dengan Satelit



Jumat, 14 Juli 2006
Buana Katulistiwa-Negara bagian Malaysia kini tengah mempersiapkan studi satelit jutaan dolar AS untuk melacak migrasi penyu. Proyek senilai 1,35 juta dolar AS akan dilakukan di pantai negara bagian Terengganu, sebuah pulau dan pantai eksotis di Malaysia.
Harian The Star, Jum’at mengutip pernyataan Mohamad Jidin Shafee, pejabat eksekutif di Terengganu mengatakan studi ini akan meliputi beberapa jenis penyu, terutama jenis yang sudah mengalami pengurangan jumlah.
“Latihan untuk instalasi transmitter untuk studi migrasi diharapkan akan dilaksanakan pada September ini,” katanya kepada Star.
Terengganu mengadakan studi serupa tahun lalu, dengan memasang transmitter kepada empat penyu untuk mempelajari pergerakan penyu-penyu itu setelah bertelur. Studi ini menunjukkan bahwa penyu-penyu bermigrasi ke Vietnam, Filipina dan Indonesia setelah bertelur di Terengganu, kata Mohamad.
Dalam studi baru, para petugas akan memasang transmitter pada penyu-penyu pada lokasi yag sama yang dipilih tahun lalu, Kemaman, untuk melihat kemana penyu-penyu itu pergi tahun ini.
Para pemerhati lingkungan telah menyerukan terjadinya penurunan dramatis penyu-penyu di Terengganu, dari 10.000 yang tercatat setiap tahun pada tahun 1960-an. Tahun lalu hanya satu penyu berkulit punggung yang kembali, yang dianggap seagai ancaman keberadaan penyu-penyu di Terengganu. Dan untuk pertama kali dalam sejarah, tidak satupun dari jenis spesies lainnya – Olive Ridley dan Hawksbill – yang mendarat pada lokasi kebiasaannya. (bj)



Ditulis oleh La An di/pada April 8th, 2007
Tulisanku yang mangkrak lg, mending aku upload disini
Sistem Informasi Geografi (SIG) atau Geographic Information System (GIS) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan Wiradisastra, 2000). Sedangkan menurut Anon (2001) Sistem Informasi geografi adalah suatu sistem Informasi yang dapat memadukan antara data grafis (spasial) dengan data teks (atribut) objek yang dihubungkan secara geogrfis di bumi (georeference). Disamping itu, SIG juga dapat menggabungkan data, mengatur data dan melakukan analisis data yang akhirnya akan menghasilkan keluaran yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan dengan geografi.
Sistem Informasi Geografis dibagi menjadi dua kelompok yaitu sistem manual (analog), dan sistem otomatis (yang berbasis digital komputer). Perbedaan yang paling mendasar terletak pada cara pengelolaannya. Sistem Informasi manual biasanya menggabungkan beberapa data seperti peta, lembar transparansi untuk tumpang susun (overlay), foto udara, laporan statistik dan laporan survey lapangan. Kesemua data tersebut dikompilasi dan dianalisis secara manual dengan alat tanpa komputer. Sedangkan Sistem Informasi Geografis otomatis telah menggunakan komputer sebagai sistem pengolah data melalui proses digitasi. Sumber data digital dapat berupa citra satelit atau foto udara digital serta foto udara yang terdigitasi. Data lain dapat berupa peta dasar terdigitasi (Nurshanti, 1995).
Pengertian GIS/SIG saat ini lebih sering diterapkan bagi teknologi informasi spasial atau geografi yang berorientasi pada penggunaan teknologi komputer. Dalam hubungannya dengan teknologi komputer, Arronoff (1989) dalam Anon (2003) mendifinisikan SIG sebagai sistem berbasis komputer yang memiliki kemampuan dalam menangani data bereferensi geografi yaitu pemasukan data, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali), memanipulasi dan analisis data, serta keluaran sebagai hasil akhir (output). Sedangkan Burrough, 1986 mendefinisikan Sistem Informasi Geografis (SIG) sebagai sistem berbasis komputer yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, mengelola, menganalisis dan mengaktifkan kembali data yang mempunyai referensi keruangan untuk berbagai tujuan yang berkaitan dengan pemetaan dan perencanaan. Komponen utama Sistem Informasi Geografis dapat dibagi kedalam 4 komponen utama yaitu: perangkat keras (digitizer, scanner, Central Procesing Unit (CPU), hard-disk, dan lain-lain), perangkat lunak (ArcView, Idrisi, ARC/INFO, ILWIS, MapInfo, dan lain-lain), organisasi (manajemen) dan pemakai (user). Kombinasi yang benar antara keempat komponen utama ini akan menentukan kesuksesan suatu proyek pengembangan Sistem Informasi Geografis.
Aplikasi SIG dapat digunakan untuk berbagai kepentingan selama data yang diolah memiliki refrensi geografi, maksudnya data tersebut terdiri dari fenomena atau objek yang dapat disajikan dalam bentuk fisik serta memiliki lokasi keruangan (Indrawati, 2002).
Tujuan pokok dari pemanfaatan Sistem Informasi Geografis adalah untuk mempermudah mendapatkan informasi yang telah diolah dan tersimpan sebagai atribut suatu lokasi atau obyek. Ciri utama data yang bisa dimanfaatkan dalam Sistem Informasi Geografis adalah data yang telah terikat dengan lokasi dan merupakan data dasar yang belum dispesifikasi (Dulbahri, 1993).
Data-data yang diolah dalam SIG pada dasarnya terdiri dari data spasial dan data atribut dalam bentuk digital, dengan demikian analisis yang dapat digunakan adalah analisis spasial dan analisis atribut. Data spasial merupakan data yang berkaitan dengan lokasi keruangan yang umumnya berbentuk peta. Sedangkan data atribut merupakan data tabel yang berfungsi menjelaskan keberadaan berbagai objek sebagai data spasial.
Penyajian data spasial mempunyai tiga cara dasar yaitu dalam bentuk titik, bentuk garis dan bentuk area (polygon). Titik merupakan kenampakan tunggal dari sepasang koordinat x,y yang menunjukkan lokasi suatu obyek berupa ketinggian, lokasi kota, lokasi pengambilan sample dan lain-lain. Garis merupakan sekumpulan titik-titik yang membentuk suatu kenampakan memanjang seperti sungai, jalan, kontus dan lain-lain. Sedangkan area adalah kenampakan yang dibatasi oleh suatu garis yang membentuk suatu ruang homogen, misalnya: batas daerah, batas penggunaan lahan, pulau dan lain sebagainya.
Struktur data spasial dibagi dua yaitu model data raster dan model data vektor. Data raster adalah data yang disimpan dalam bentuk kotak segi empat (grid)/sel sehingga terbentuk suatu ruang yang teratur. Data vektor adalah data yang direkam dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis atau area (polygon) (Barus dan Wiradisastra, 2000).
Lukman (1993) menyatakan bahwa sistem informasi geografi menyajikan informasi keruangan beserta atributnya yang terdiri dari beberapa komponen utama yaitu:
1. Masukan data merupakan proses pemasukan data pada komputer dari peta (peta topografi dan peta tematik), data statistik, data hasil analisis penginderaan jauh data hasil pengolahan citra digital penginderaan jauh, dan lain-lain. Data-data spasial dan atribut baik dalam bentuk analog maupun data digital tersebut dikonversikan kedalam format yang diminta oleh perangkat lunak sehingga terbentuk basisdata (database). Menurut Anon (2003) basisdata adalah pengorganisasian data yang tidak berlebihan dalam komputer sehingga dapat dilakukan pengembangan, pembaharuan, pemanggilan, dan dapat digunakan secara bersama oleh pengguna.
2. Penyimpanan data dan pemanggilan kembali (data storage dan retrieval) ialah penyimpanan data pada komputer dan pemanggilan kembali dengan cepat (penampilan pada layar monitor dan dapat ditampilkan/cetak pada kertas).
3. Manipulasi data dan analisis ialah kegiatan yang dapat dilakukan berbagai macam perintah misalnya overlay antara dua tema peta, membuat buffer zone jarak tertentu dari suatu area atau titik dan sebagainya. Anon (2003) mengatakan bahwa manipulasi dan analisis data merupakan ciri utama dari SIG. Kemampuan SIG dalam melakukan analisis gabungan dari data spasial dan data atribut akan menghasilkan informasi yang berguna untuk berbagai aplikasi
4. Pelaporan data ialah dapat menyajikan data dasar, data hasil pengolahan data dari model menjadi bentuk peta atau data tabular. Menurut Barus dan wiradisastra (2000) Bentuk produk suatu SIG dapat bervariasi baik dalam hal kualitas, keakuratan dan kemudahan pemakainya. Hasil ini dapat dibuat dalam bentuk peta-peta, tabel angka-angka: teks di atas kertas atau media lain (hard copy), atau dalam cetak lunak (seperti file elektronik).
Menurut Anon (2003) ada beberapa alasan mengapa perlu menggunakan SIG, diantaranya adalah:
1. SIG menggunakan data spasial maupun atribut secara terintegrasi
2. SIG dapat digunakansebagai alat bantu interaktif yang menarik dalam usaha meningkatkan pemahaman mengenai konsep lokasi, ruang, kependudukan, dan unsur-unsur geografi yang ada dipermukaan bumi.
3. SIG dapat memisahkan antara bentuk presentasi dan basis data
4. SIG memiliki kemampuan menguraikan unsur-unsur yang ada dipermukaan bumi kedalam beberapa layer atau coverage data spasial
5. SIG memiliki kemapuan yang sangat baik dalam memvisualisasikan data spasial berikut atributnya
6. Semua operasi SIG dapat dilakukan secara interaktif
7. SIG dengan mudah menghsilkan peta-peta tematik
8. semua operasi SIG dapat di costumize dengan menggunakan perintah-perintah dalam bahaa script.
9. Peragkat lunak SIG menyediakan fasilitas untuk berkomunikasi dengan perangkat lunak lain
10. SIG sangat membantu pekerjaan yang erat kaitannya dengan bidang spasial dan geoinformatika.
Barus dan Wiradisastra (2000) juga mengungkapkan bahwa SIG adalah alat yang handal untuk menangani data spasial, dimana dalam SIG data dipelihara dalam bentuk digital sehingga data ini lebih padat dibanding dalam bentuk peta cetak, tabel atau dalam bentuk konvensional lainnya yang akhirnya akan mempercepat pekerjaan dan meringankan biaya yang diperlukan.
Sarana utama untuk penanganan data spasial adalah SIG. SIG didesain untuk menerima data spasial dalam jumlah besar dari berbagai sumber dan mengintergrasikannya menjadi sebuah informasi, salah satu jenis data ini adalah data pengindraan jauh. Pengindraan jauh mempunyai kemampuan menghasilkan data spasial yang susunan geometrinya mendekati keadaan sebenarnya dengan cepat dan dalam jumlah besar. Barus dan Wiradisastra (2000) mengatakan bahwa SIG akan memberi nilai tambah pada kemampuan pengindraan jauh dalam menghasilkan data spasial yang besar dimana pemanfaatan data pengindraan jauh tersebut tergantung pada cara penanganan dan pengolahan data yang akan mengubahnya menjadi informasi yang berguna.



Belum lama ini mengumumkan bahwa mereka untuk pembangunan sebuah jaringan infrastruktur GPS secara nasional di Singapura.
Seperti dilansir www.trimble.com, 7 September lalu, jaringan yang mengcover seluruh negara pulau ini, diperlengkapi dengan infrastruktur geospasial untuk kepentingan survei, teknik dan profesional GIS.
Jaringan VRS memampukan profesional geospasial untuk menjawab tantangan akurasi tinggi Real Time Kinematic (RTK) GPS tanpa memerlukan stasiun atau perangkat lunak terpisah, yang dapat meningkatkan efisisensi dan produktivitas.
Jaringan memasok data GPS RTK (level-centimeter) dari berbagai aplikasi positioning termasuk pemetaan survei, perencanaan kota, konstruksi, monitoring lingkungan, sumber daya dan manajemen teritorial, pencegahan bencana dan bantuan, riset keilmuan, manajemen transportasi, dan telekomunikasi dan distribusi kelistrikan.
Jaringan VRS Singapura, yang dikenal SiReNT (Singapore Satellite Positioning Reference Network), dioperasikan oleh Singapore Land Authority (SLA). Dibangun bersama lima stasiun referensi Trimble NetRS, perangkat lunak Trimble GPSNet (TM) dan RTKNet (TM), jaringan mengcover luas sekitar 700 kilometer persegi.(bj)

Google akan menampilkan data NASA




Geografiana.com - Google dan National Aeronautics and Space Administration (NASA) menanda tangani kerjasama resmi yang memungkinkan informasi dari NASA dapat diakses melalui web. Kedua pihak ini mengumumkan bahwa kerjasama ini memungkinkan publik bisa mengakses data-data seperti peta 3 dimensi dari Bulan dan Planet Mars secara langsung. Kerjasama ini didasari kenyataan bahwa informasi mengenai bumi dan alam semesta meskipun telah tersebar tetapi terpencar dimana-mana dan sulit bagi orang awam untuk bisa memahami data-data tersebut.
Rilis media yang dilakukan tangal 18 Desember ini juga menyebutkan bahwa citra yang ditampilkan merupakan hasil daro proyek Global Connection, yang merupakan kerjasama antara Carnegie Mellon University, NASA, Google, dan National Geographic. Proyek ini menyediakan bahan-bahan untuk Google Earth seperti informasi bencana dan isi dari National Geographic.
Global Connection Project merupakan contoh yang baik yang memungkinkan Google dan NASA menampilkan data secara lebih mudah melalui Web.
Masyarakat akan bisa mengakses hasil kerjasama ini melalui Web mulai tahun 2007, data ini dibangun menggunakan standar XML. Beberapa hal teknis menantang seperti pengelolaan data yang sangat besar, dan bagaimana menampilkan secara lebih mudah dan cepat merupakan tantangan dalam proyek ini. Kerjasama Nasa dan Google ini juga dilakukan untuk bidang lain seperti riset, hasil, fasilitas dan pendidikan yang berkaitan dengan ruang kangsaka tentunya.
Kita tunggu saja tahun 2007, rilis kerjasama ini memungkinkan kita bisa belajar mengenai geografi dan juga astronomi secara lebih cepat dan akurat melalui Google. (ms/pcworld.com)



Perancangan Sistem Informasi Penentuan Angka Kredit Jabatan Fungsional Peneliti
Engkos Koswara Natakusumah
AbstactAim of the research is to design information system for Penetapan Angka Kredit (PAK) of functional researcher grade based on computerised system. This system produces a report of PAK, and has facilities for data entry and searching, so that, it produces information: accuracy, timelines, and relevancy. This research uses paradigm of system development life cycle, which covers the activities of gathering data through observation, interview, and literature study; system analysis uses flow map; system design uses context diagram, data flow diagram, data dictionary, entity relationship diagram, file relationship, file structure, program structure, input design, output design and menu structure.
Abstrak
Tujuan penelitian adalah merancang sistem informasi Penetapan Angka Kredit (PAK) untuk jabatan peneliti yang berbasis komputer; sehingga dapat memudahkan dalam membuat laporan penentuan angka kredit, memudahkan pemasukan dan pencarian data sehingga dapat menghasilkan informasi yang akurat, tepat waktu dan relevan. Penelitian menggunakan paradigma siklus hidup pengembangan sistem, meliputi tahapan pengumpulan data dengan observasi, wawancara dan studi pustaka; analisis sistem dengan aliran dokumen; perancangan sistem menggunakan diagram konteks, diagram aliran data, kamus data, diagram relasi entitas, relasi antar file, struktur file, struktur program, sancangan masukan, rancangan luaran, dan struktur menu.
1. PendahuluanPenelitian adalah suatu kegiatan penyelidikan yang dilakukan menurut metode ilmiah yang sistematik untuk menemukan informasi ilmiah dan atau teknologi yang baru, membuktikan kebenaran atau ketidak benaran hipotesa sehingga dapat dirumuskan teori dan atau proses gejala alam dan atau sosial. Hasil penelitian kemudian di publikasi untuk mendapatkan atau meningkatkan jabatan peneliti. Jabatan peneliti adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang pejabat peneliti dalam suatu satuan organisasi penelitian dan pengembangan. Pejabat peneliti adalah Pegawai Negeri Sipil yang setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dalam suatu tingkat jabatan peneliti dan dipekerjakan pada suatu satuan organisasi penelitian dan pengembangan dengan tugas pokok melakukan penelitian dan pengembangan. Pengembangan adalah kegiatan tindak lanjut penelitian untuk mendapatkan informasi tentang cara mempergunakan teori, dan atau proses, untuk tujuan praktis (1). Hasil penelitian dan pengembangan yang akan di hitung angka kredit penelitinya harus disampaikan ke P2JP, P2JP mengolah Penetapan angka kredit bagi para peneliti di Indonesia. Penentuan PAK dilakukan melalui beberapa proses yang dapat dilihat pada Gambar 1.Penelitian bertujuan untuk merancang sistem informasi Penetapan Angka Kredit (PAK) untuk Jabatan Peneliti berbasis komputer; sehingga dapat memudahkan dalam membuat laporan penentuan angka kredit, memudahkan pemasukan dan pencarian data sehingga dapat menghasilkan informasi yang akurat, tepat waktu dan relevan. Penelitian menggunakan paradigma System Development Life Cycle (2), meliputi tahapan pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dan studi pustaka; Analisis sistem dengan flow map; perancangan sistem dengan menggunakan diagram konteks, DFD, kamus data, ERD, relasi antar file, struktur file, struktur program, rancangan masukan, rancangan luaran, dan struktur menu.
2. Pengumpulan Data dan Analisis SistemPengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara dengan petugas di P2JP LIPI. Selain itu dilakukan juga studi literatur yang berhubungan dengan jabatan peneliti, seperti pengertian jabatan peneliti, perolehan jabatan peneliti, jenjang peneliti, perhitungan angka kredit, unsur yang dinilai, tata cara pengajuan angka kredit, tata cara penilaian, dll.Analisis sistem ditujukan untuk menganalisis sistem yang sedang berjalan, sehingga dapat dipahami keadaan sistem yang ada, analisis ini biasanya menggunakan diagram alir dokumen. Aliran dokumen dari satu bagian ke bagian lain dapat terlihat dengan jelas, begitu juga adanya penyimpan data, yang dilakukan secara manual. Analisis dilakukan juga pada proses Penetapan Angka Kredit Jabatan Penelitian yang biasa dilakukan. Hasil analisis ini kemudian digunakan untuk merancang sistem informasi yang diperlukan.
Pengertian Jabatan Peneliti di jelaskan dalam Surat Edaran Bersama Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara dan Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Nomor 15/SE/1982 dan Nomor 704/KEP/J.10/1982 tanggal 27 Oktober 1982 (1). Urutan jabatan peneliti adalah sebagai berikut: Asisten Peneliti Muda, Asisten Peneliti Madya, Ajun Peneliti Muda, Ajun Peneliti Madya, Peneliti Muda, Peneliti Madya, Ahli Peneliti Muda, Ahli Peneliti Madya, dan Ahli Peneliti Utama.Jenjang Pangkat Jabatan Peneliti adalah sebagai berikut:Tabel 1. Jenjang Pangkat Peneliti
Jabatan Peneliti
Pangkat dan Golongan Ruang
Asisten Peneliti Muda
Penata Muda, Golongan Ruang III/a
Asisten Peneliti Madya
Penata Muda Tingkat I, Golongan Ruang III/b
Ajun Peneliti Muda
Penata, Golongan Ruang III/c
Ajun Peneliti Madya
Penata Tingkat I, Golongan Ruang III/d
Peneliti Muda
Pembina, Golongan Ruang IV/a
Peneliti Madya
Pembina Tingkat I, Golongan Ruang IV/b
Ahli Peneliti Muda
Pembina Utama Muda, Golongan Ruang IV/c
Ahli Peneliti Madya
Pembina Utama Madya, Golongan Ruang IV/d
Ahli Peneliti Utama
Pembina Utama, Golongan Ruang IV/e
Untuk dapat diangkat dalam jabatan peneliti, seorang Pegawai Negeri Sipil harus memenuhi angka kredit yang ditentukan dan mempunyai tugas pokok melakukan penelitian dan pengembangan dan bekerja pada satuan organisasi penelitian dan pengembangan. Jumlah angka kredit kumulatif minimal yang harus dipenuhi oleh seorang Pegawai Negeri Sipil untuk dapat diangkat menjadi pejabat peneliti adalah sebagaimana dimaksud dalam lampiran II Keputusan Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara Nomor 01/MENPAN/1983, yaitu:
(1) Asisten Peneliti Muda
= 100 angka kredit
(2) Asisten Peneliti Madya
= 150 angka kredit
(3) Ajun Peneliti Muda
= 200 angka kredit
(4) Ajun Peneliti Madya
= 300 angka kredit
(5) Peneliti Muda
= 400 angka kredit
(6) Peneliti Madya
= 550 angka kredit
(7) Ahli Peneliti Muda
= 700 angka kredit
(8) Ahli Peneliti Madya
= 850 angka kredit
(9) Ahli Peneliti Utama
= 1000 angka kredit
Jumlah angka kredit tersebut di atas, harus terdiri dari:(1) Sekurang-kurangnya 70% (tujuh puluh persen) berasal dari unsur-unsur utama, karya tulis ilmiah, dan atau pemacuan teknologi (lihat Tabel 2).(2) Sebanyak-banyaknya 30% (tiga puluh persen berasal dari unsur-unsur penunjang, yaitu pemasyarakatan ilmu dan teknologi, keikutsertaan dalam kegiatan ilmiah, pembinaan kader ilmiah, dan atau penghargaan ilmiah(3) Angka kredit dari unsur kriteria karya tulis ilmiah yang diterbitkan sekurang-kurangnya harus sama dengan jumlah angka kredit dari unsur kriteria karya tulis ilmiah yang belum dan atau tidak diterbitkan.(4) Untuk dapat diangkat sebagai Ahli Peneliti seorang Pegawai Negeri Sipil wajib memiliki angka kredit dari unsur kriteria karya tulis ilmiah hasil penelitian yang diterbitkandan atau disajikan dalam pertemuan ilmiah dan atau dalam pemacuan teknologi sekurang-kurangnya sebesar 30%(tiga puluh persen) yang di tulis /dibuatnya sendiri atau bersama dengan pejabat peneliti lain, dengan ketentuan ia sebagai penulis/pembuat utamanya.(5) Apabila suatu karya tulis ilmiah atau pemacuan teknologi atau pemasyarakatan ilmu dan teknologi atau keikutsertaan dalam kegiatan ilmiah ditulis oleh lebih dari seorang, maka pembagian angka kreditnya ditetapkan 60%(enam puluh persen) bagi penulis utama dan 40% (empat puluh persen) bagi semua penulis pembantu.(6) Apabila kriteria yang dipergunakan dalam penilaian berubah maka yang diperhitungkan hanya selisih angka kreditnya.(7) Angka kredit dari unsur kriteria pendidikan bergelar hanya diperhitungkan satu kali dan yang dinilai ialah pendidikan tertinggi.(8) Apabila Pegawai Negeri Sipil memperoleh pendidikan yang lebih tinggi setelah ia diangkat dalam jabatan peneliti, maka yang diperhitungkan hanyalah selisih angka kredit antara pendidikan yang diperoleh sebelumnya dengan pendidikan yang lebih tinggi itu (1).Untuk membantu analisis sistem yang berjalan maka dibuat flow map atau bagan alir dokumen, seperti telihat pada Gambar 1.
Tabel 2. Angka kredit yang harus dipenuhi oleh pejabat peneliti
N
O
Jabatan dan Pangkat
Jenjang Jabatan/Jenjang Golongan/Angka Kredit
Kriteria
Asisten
Peneliti
Ajun Peneliti
Peneliti
Ahli Peneliti

Unsur-Unsur
Prosentase
Muda
III/a
Madya
III/b
Muda
III/c
Madya
III/d
Muda
IV/e
Madya
IV/b
Muda
IV/c
Madya
IV/d
Utama
IV/e
A
B
C
PendidikanKarya Tulis IlmiahPemacuan Teknologi
≥ 70%
70
105
140
210
280
385
490
595
700
D
E
F
G
Pemasyarakatan IlmuKeikutsertaan Dalam kegiatanilmiahPembinaanKaderIlmiahPenghargaan
≤ 30%
30
45
60
90
120
165
210
255
300

Jumlah

100
150
200
300
400
550
700
850
1000

Gambar 1 Flow Map Sistem P2JP yang sedang berjalan
Keterangan:1 = dokumen usulan dari Instansi peneliti2 = pembuatan disposisi ketua LIPI3 = dokumen yang sudah di disposisi oleh Ketua LIPI4 = pembuatan disposisi kepala P2JP5 = dokumen yang sudah di disposisi oleh kepala P2JP6 = pembuatan disposisi kepala Biro Organisasi dan Pengawasan7 = dokumen yang sudah di disposisi oleh kepala BOP8 = pembuatan disposisi kepala bagian jabatan fungsional9 = dokumen yang sudah di disposisi oleh kepala bagian jabatan fungsional10 = mengecek kelengkapan berkas11 = berkas yang lengkap, yang tidak lengkap dikembalikan ke Instansi pengusul12 = membuat kelengkapan untuk pengiriman berkas13 = berkas dan dokumen yang lengkap14 = penilaian berkas dan dokumen15 = hasil penilaian16 = pembuatan disposisi hasil penilaian17 = dokumen hasil penilaian18 = persiapan sidang19 = dokumen kelengkapan sidang20 = sidang P2JP21 = hasil sidang P2JP dan berupa format PAK22 = pengesahan PAK oleh Ketua LIPI23 = PAK yang sudah disahkan oleh Ketua LIPI24 = pembuatan surat pengantar PAK25 = surat pengantar lengkat dengan PAK26 = surat pengantar dari BOP lengkap dengan PAK27 = surat pengantar dari BOP lengkap dengan PAK28 = arsip surat pengatar dan PAK




kategori: informatika kesehatan masyarakat, IKMaduh..... minggu kemarin benar-benar gak produktif. Males banget, mana badan lagi gak gitu sehat. Kemarin dapat pencerahan baru tentang Webgis dari mas Bayu dan mas Trias. Bayu mengatakan bahwa web di Puspics juga dikembangkan menggunakan perangkat open source. Sementara mas Trias mengatakan bahwa Mapserver sudah memiliki kemampuan akses database ke mysql.Kini saatnya wilayah DIY-Jateng bangkit setelah menjadi berantakan akibat musibah gempa 27 Mei. Fase emergensi yang serba darurat dan miskin koordinasi berganti menjadi tahapan rekonstruksi untuk membangun kembali semua tatatan, termasuk sistem kesehatan. Sistem kesehatan merupakan urusan semua orang sama halnya kesehatan yang merupakan hak asasi semua pribadi. Sistem kesehatan bukan semata-mata mengenai masalah dokter, perawat, puskesmas, sampai ke imunisasi.Membangkitkan sistem kesehatan pasca bencana secara umum bertujuan untuk memulihkan dan memperbaiki sistem yang menjamin kesehatan masyarakat. Hal ini dapat dicapai jika pemerintah memiliki sistem keuangan untuk menjamin akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan tanpa kecuali serta melindungi warga melalui deteksi dini serta pengendalian faktor risiko dan penyebab penyakit. Selain itu juga dilengkapi dengan petugas kesehatan dengan etos kerja yang baik dan berada di fasilitas kesehatan dengan lingkungan yang mendukung, didukung oleh warga yang memiliki perilaku hidup sehat serta dinas maupun infrastruktur masyarakat (NGO, jaringan non formal) lainnya yang kooperatif. Sistem kesehatan yang baik juga harus disertai dengan infrastruktur dan mekanisme untuk memantau kinerja serta mengevaluasi keefektifan sistem itu sendiri.Informasi dan kerjasamaJika ingin cepat bangkit, upaya rekonstruksi kesehatan bergantung kepada informasi yang akurat serta koordinasi yang baik antar sektor. Berbagai pihak telah terlibat dalam kegiatan tersebut mulai dari teknik sipil, ilmu kesehatan masyarakat, kedokteran, geografi, geodesi, geologi, teknologi informasi, farmasi, keperawatan dan lain sebagainya. Saat ini, pertanyaannya adalah bagaimana kita dapat mengintegrasikan semuanya? Pada fase emergensi kemarin, sebagian besar informasi mengalir secara cepat, tidak terstruktur dalam bentuk teksual, naratif maupun grafis. Pada fase rekonstruksi, kita memerlukan olahan data yang lebih terstruktur, informatif, mendalam, baik berupa grafik, peta maupun bentuk analisis lainnya. Sehingga, dalam bentuk aplikasi seperti apa, dinas kesehatan (tingkat kabupaten maupun propinsi) dapat memantau, misalnya, kemajuan rekonstruksi puskesmas secara mudah? Bagaimana pula dinas kesehatan tetap dapat mempertahankan cakupan imunisasi? Selain itu, apakah ibu hamil yang berisiko tinggi tetap dapat terpantau agar angka kematian ibu dan bayi tidak tetap terkendali?Sistem informasi geografisDengan dukungan kemajuan teknologi informasi seperti saat ini, salah satu tool potensial untuk mengintegrasikan adalah sistem informasi geografis (SIG). Sistem informasi geografis merupakan seperangkat tatanan dan prosedur yang meliputi perangkat lunak, perangkat keras untuk mengolah data/informasi dalam konteks spasial (keruangan) untuk mendukung pengambilan keputusan. Meskipun bukan hal baru (seorang John Snow telah menggunakannya untuk memetakan penyakit kolera di London pada abad 19), akan tetapi dengan kekayaan data dan informasi, serta kecanggihan metode analisis, perangkat ini dapat memberikan nuansa baru dalam mendukung, mengawasi, serta meningkatkan proses kebangkitan sistem kesehatan pasca bencana. Model aplikasi berbasis web tidak lagi menjadi aplikasi stand-alone yang terisolir dan merepotkan untuk diupdate. Dengan adanya Internet, aplikasi SIG dapat menggabungkan berbagai jenis media grafis. Berbagai gambar foto kerusakan puskesmas dapat di-link-kan ke dalam aplikasi tersebut. Peta satelit maupun foto udara Jogja pun dapat dikombinasikan, disamping koordinat geografis lokasi fasilitas kesehatan dan kamp pengungsi. Gambaran morbiditas penyakit dalam bentuk peta tematik pun dapat lebih memudahkan bagi para pengambil keputusan (baca: dinas kesehatan kabupaten/propinsi maupun pimpinan puskesmas) dalam menganalisis situasi epidemiologis di wilayah mereka. Hanya saja, dengan tersedianya berbagai perangkat SIG berbasis web, baik yang komersial maupun gratis, diperlukan kecermatan dan kearifan untuk memilih yang terbaik. Pilihan yang terbaik tidak saja dinilai dari aspek user friendlinessnya, kecepatan akses, serta kemudahan mengupdatenya tetapi juga dengan mempertimbangkan aspek ketersediaan fasilitas teknologi informasi di fasilitas kesehatan serta kemampuan penggunanya. SIG berbasis web tersebut pun juga harus menyesuaikan dengan mekanisme pengumpulan data kesehatan rutin. Sebagai salah satu daerah yang mendapatkan penghargaan karena inovasi e-governmentnya, pemerintah DIY diharapkan sudah siap dengan berbagai infrastrukturnya. Skenario terbaikJika pada fase emergensi kemarin masyarakat dapat mengirim SMS ke nomer tertentu yang kemudian langsung mempublikasikan di web mengenai wilayah yang membutuhkan makanan dan tenda, maka model yang sama pun dapat diterapkan untuk SIG pemantauan rekonstruksi puskemas. Masyarakat dapat mengambil foto puskesmas, mengirim ke web, langsung ter-link dengan lokasi puskesmas yang rusak untuk menunjukkan kemajuan/perkembangan proses rekonstruksi. Pengiriman komentar melalui SMS pun demikian juga. Dinkes DIY juga sudah berpengalaman mengenai aplikasi ini. Pengakses web (khususnya dari organisasi yang memberikan sumbangan rekonstruksi) dapat mencari dengan mudah lokasi puskesmas yang rusak serta melihat gambaran perkembangan proses rekonstruksi. Ini merupakan bagian dari akuntabilitas sistem kesehatan terhadap mereka yang peduli kepada kita. Jika bersiap lebih maju lagi, maka sudah saatnya puskesmas dan rumah sakit dilengkapi dengan fasilitas pencatatan rekam medis yang terkait dengan SIG. Sehingga, hanya dengan menyebutkan dusun (atau desa atau kode pos), maka peta morbiditas penyakit akan terupdate secara otomatis. Pendekatan ini diharapkan dapat memperbaiki mekanisme manual dalam pemantauan wilayah setempat. Tentu saja, secara hipotetis, akan mempermudah kerja bidan ataupun perawat pemantauan faktor risiko di wilayah tersebut.Disamping jenis aplikasi, data mengenai kerusakan fasilitas puskesmas pun bisa menjadi bahan kajian spasial. Salah satu contohnya adalah determinan kerusakan fasilitas kesehatan. Data damage assessment bangunan yang telah terkumpul dapat memberikan kontribusi penting bagi ilmu pengetahuan. Pendekatan SIG tentang variabel jarak dari fasilitas kesehatan yang rusak terhadap episentrum serta struktur bangunannya belum memberikan kesimpulan yang seragam. Adanya integrasi serta mekanisme sharing data semoga akan menghasilkan banyak lesson learnt yang dijadikan pelajaran agar bangsa kita semakin tangguh(resilience) menghadapi bencana.





Minyak dan gas (MIGAS) merupakan salah satu sumberdaya alam yang tidak terbarukan (non-renewable), terperangkap dalam batuan reservoar dan terbentuk melalui proses geologi. Kegiatan usaha bidang migas sendiri merupakan investasi yang mahal dan beresiko tinggi. Untuk mengurangi resiko tersebut maka dalam kegiatan eksplorasi migas perlu dilakukan sejumlah tahapan kegiatan dengan berbagai metode dan teknologi, mulai dari yang paling dasar dan murah hingga mahal supaya dapat memilah daerah yang masih potensial dan layak dikembangkan lebih lanjut.
Investasi dalam kegiatan MIGAS akan berakibat pada penambahan volume dan jenis data, maka diperlukan sistem pengelola data yang terintegrasi. Integrasi data cadangan migas yang baik akan menimbulkan efisiensi baik dari segi biaya ataupun waktu. Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan alat Bantu berfungsi untuk meningkatkan optimalisasi data yang berkaitan dengan spasial atau koordinat geografis baik secara manual atau otomatis dengan komputer (digital).
Informasi manajemen data potensi migas berbasis SIG akan membantu pemerintah dalam pengambilan keputusan kebijakan bidang migas dan juga akan sangat membantu masyarakat dan investor bidang industri migas beserta pendukungnya dalam menentukan. Hasil SIG yang komunikatif, informatif dan atraktif akan lebih bermanfaat dan mampu sebagai dasar semua pihak mempercepat pelaksanaan tugasnya.
Kegiatan termaksud mengelola data untuk menghasilkan ;
Data migas yang terintegrasi
Manajemen data lapangan migas yang komprehensif
Optimalisasi data tiap lapangan migas
Efisiensi biaya dan waktu dalam perolehan informasi.
Dengan hasil ini diharapkan akan dapat membantu pengambil keputusan dan pembuat kebijakan dalam mengambil keputusan-keputusan di sektor migas, juga akan memudahkan dan membantu investor dalam investasinya.
Secara umum ruang lingkup dalam riset ini dilakukan pegumpulan data sekunder serta penggunaan teknologi Sistem Informasi untuk penyusunan Sistem Informasi GeografisManajemen Data Migas Sumatera Tengah. Teknologi SIG digunakan untuk menjelaskan dan memaparkan aspek-aspek yang terkait secara langsung dengan kegiatan eksplorasi dan produksi migas, identifikasi data terkait data dasar kegiatan hulu migas.
Metoda yang dipakai dalam kegiatan ini menggunakan anlisis data sekunder Hasil Laporan Kegiatan Penemuan Cadangan MIGAS T.A. 2002 dan 2003. Garis besar pelaksanaan pekerjaan seperti dalam bagan alir (lihat GambarBagan alir).
Berdasarkan data dan informasi yang ada dilakukan inventarisasi dan identifikasi. Pada tahap pemrosesan data (rektifikasi dan digitasi) pemasukan data spasial dan data tabular semua coverage belum diorganisasikan. Setelah semua informasi data spasial dilengkapi dengan data tabularnya, maka semua data coverage diorganisasikan secara tematik sebagai rangkaian layer serta diorganisasi secara spasial dengan lembar peta. Setiap layer tematik ini diberi koordinat UTM ( Universal Transverse Mercator). Sistem koordinat ini memberikan proyeksi lokasi yang berguna untuk memastikan hubungan yang diketahui diantara lokasi pada peta dengan lokasi sebenarnya di bumi.





Kamis, 03 Mei 2007
Geografiana.com - DigitalGlobe, perusahaan penyedia citra satelit komersial dan produk informasi geospasial dari California, Amerika Serikat, kemarin (02/05) mengumumkan kerjasamanya dengan Direktorat Pajak Bumi dan Bangunan, Departemen Keuangan Republik Indonesia. Citra satelit Quickbird akan digunakan untuk mengidentifikasi tanah yang bisa terkena pajak, membantu klasifikasi dan kategori properti. Kerjasama ini makin memperkuat posisi DigitalGlobe sebagai solusi bisnis baik bagi sektor publik maupun swasta.
Pemerintah Indonesia akan mendapatkan citra satelit yang akan digunakan sebagai peta dasar untuk survey pajak bumi dan bangunan.
"Citra satelit QuickBird dari DigitalGlobe memberikan solusi praktis dalam menghadapi tantangan yang kita alami dalam penaksiran pajak properti," tutur Agung Budidowo, Kepala Sub Direktorat di Direktorat Jenderal Pajak. "Dengan adanya satelit ini kita bisa mempercepat pengumpulan pajak dengan penaksiran harga yang lebih cepat dibanding dengan survey tradisional yang biasa dilakukan," tambahnya.
Sementara itu Wakil Presiden dan General Manager unit bisnis komersial DigitalGlobe Marc Tremblay mengatakan pemerintah Indonesia memiliki tanggung jawab untuk menaksir harga tanah secara adil, hal yang menurutnya sulit dilakukan dengan survey tradisional pada daerah yang terpencil, daerah pelosok atau pedesaan. "Dengan menggunakan data inderaja ini Pemerintah Indonesia bisa mendapatkan pengukuran yang akurat dan juga karakteristik lahannya, sehingga assesment nilai pajaknya menjadi lebih adil," paparnya.
Produk DigitalGlobe memang dikenal sebagai citra satelit resolusi tinggi yang bisa membantu pemerintah, swasta dan para pekerja yang memiliki mobilitas tinggi dalam mengambil keputusan penting lewat teknologi yang mudah, baik melalui layanan web, layanan berbasis lokasi, dengan piranti genggam atau dengan sistem kerja yang biasa dilakukan sehari-hari. DigitalGlobe memiliki berbagai produk citra satelit, foto udara dan produk citra berbasis web yang digunakan di berbagai sektor seperti eksplorasi minyak dan gas, pengelolaan aset dan pekerjaan umum, atau layanan gratis seperti yang dilakukan Google dan Zillow.com.
Sayangnya belum ada konfirmasi dari pihak Direktorat Pajak untuk mengetahui berapa besar nilai kerjasama ini dan apakah data yang digunakan juga bisa digunakan untuk sektor publik lainnya. (DigitalGlobe/ac)

PENGANTAR TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI

Ada lima komponen sistem informasi yaitu hardware, programs, data, procedures, dan people. Hubungan kelima komponen sistem informasi tersebut dapat dilihat pada gambar-1 berikut :
Bridge

Machine Human

Hardware
Programs
Data
Procedures
People

Instructions
Actors
Gambar-1. Lima komponen sistem informasi

Disini hanya akan dibahas salah satu dari kelima komponen sistem informasi yaitu Computer hardware yang meliputi input hardware, processing hardware, storage hardware, dan output hardware.


1. INPUT HARDWARE

Input hardware digunakan untuk mentransmisikan data ke processing dan storage hardware. Peralatan yang paling populer untuk memasukkan data yaitu kombinasi antara keyboard dan layar monitor. Layar monitor dianggap sebagai bagian dari input hardware karena digunakan untuk memeriksa apakah data yang akan dimasukkan telah diketik. Di samping jenis input hardware di atas, terdapat juga input hardware lainnya yaitu mouse, scanner, voice recognition device, hardwriting recognition device, machine data input (mis : modem), light pen, dan bar code reader.
Mouse digunakan sebagai interface titik dan click. Pergerakan mouse menghasilkan suatu gerakan yang berhubungan dengan pointer pada layar monitor. Pada umumnya mouse digunakan dalam aplikasi yang berorientasi grafis, misalnya Windows produksi Microsoft.
Scanner digunakan untuk mentransformasikan image grafis atau text ke dalam data computer. Transformasi text dapat menghemat dari pekerjaan retyping sedangkan transformasi image grafis dipakai untuk membaca logo atau simbol grafis untuk aplikasi desktop publishing.
Voice recognition device dipakai untuk memasukkan suara manusia ke dalam signal interpreter. Kebanyakan voice systems yang digunakan sekarang mempunyai vocabulary yang kecil dan harus dilatih untuk mengenal kata-kata tertentu. Caranya, seseorang membacakan sebuah daftar kata-kata yang biasa digunakan sehingga signal interpreter dapat menetapkan polanya. Misalnya pekerja menyebut box yang mereka bawa. Voice input diperlukan karena tangan pekerja sibuk dan tidak dapat mengetik atau memanipulasi peralatan ketik input device lainnya.
Handwriting recognition device digunakan untuk memasukkan data dengan cara menulis pada pad elektronis yang sensitif. Karakter-karakter tersebut dikenali dan dimasukkan ke dalam sistem komputer, biasanya suatu sistem PC (personal computer).
Modem merupakan salah satu jenis alat input data untuk menghubungkan komputer dengan komputer lain melalui jaringan telepon. Jenis input hardware lainnya yaitu light pen yang digunakan untuk menunjuk item-item pada layar monitor dan bar code reader yang biasa digunakan di supermarket untuk mengidentifikasi suatu jenis barang.


2. PROCESSING HARDWARE

Processing hardware meliputi peralatan yang bertugas untuk menghitung, membandingkan dan melaksanakan instruksi-instruksi khusus. Dalam CPU (Central Processing Unit) terdapat control unit, ALU (Arithmetic Logic Unit), dan system memory yang kadang-kadang disebut main memory. Control unit mengambil instruksi-instruksi dari system memory dan menterjemahkannya. ALU melaksanakan instruksi yang telah diterjemahkan. System memory digunakan untuk menyimpan instruksi data dan instruksi program. Untuk menghubungkan CPU dengan peralatan komputer lainnya digunakan data bus atau processor channel. Processor channel terdapat pada mother board, mempunyai expansion slots yang berfungsi untuk menghubungkan dengan peralatan tambahan seperti floppy disks, plotters, printers, mouse, modem, multimedia, dll.
Kapasitas komputer dapat diukur dari kecepatan pemrosesan dan kemampuan ALU untuk memanipulasi data dalam 1 cycle. Kecepatan pemrosesan dapat dinyatakan dalam cycle per second (biasanya dalam satuan MHz) atau dalam instruksi per second, biasanya dalam satuan millions of instructions per second (MIPS). Jumlah data yang dapat dimanipilasi oleh ALU dalam 1 cycle diukur dalam satuan bits (binary digits) dan biasa dipakai sebagai ukuran microprocessor, misalnya : microprocessor Zilog Z-80 merupakan procerssor 8 bit. Microprocessor sekarang yang lebih modern dapat memproses 16, 32, atau 64 bit data, dan bahkan ada yang mempunyai kemampuan lebar bit yang lebih besar.
Ada dua jenis dasar processor memory, yaitu ROM (read only memory) yang bersifat non-volatile dan RAM (random access memory) yang bersifat volatile (isi RAM akan hilang jika power off).
Processing hardware dapat dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu mainframe computer, minicomputer, dan microcomputer. Tetapi sekarang pengelompokan ini sudah agak kabur karena sering terjadi overlap di antara pengelompokan tersebut. Untuk mudahnya dapat kita lihat tabel berikut ini.


Type

Application

Speed
Memory
Size
Number of Con-current Users
Mainframe
Enterprise Informa-tion Systems
10 - 100+MIPS
32-500 MB
Hundreds
Minicomputer
Workgroup & Small Enterprise System
4 – 40+ MIPS
24-25 MB
Dozens
Microcomputer
Personal Computing
0.5 – 20+MIPS
0.5-100+MB
1 or dozen in LAN

Ada dua macam Emerging Processor Architectures yaitu complex instruction set computers (CISCs) dan reduced instruction set computers (RISCs). CISCs merupakan jenis CPU konvensional yang mengandung rangkaian untuk mengeksekusi satu range yang lebar dari instruksi-instruksi komputer, sedangkan RISCs merupakan jenis CPU yang hanya menggunakan instruksi-instruksi yang sering digunakan sehingga dapat memproses instruksi 10 kali lebih cepat atau lebih daripada CISCs processor. Beberapa vendor besar seperti IBM, Compaq, Hewlett-Packard, dan Digital Equipment Corporation (DEC) sedang mengembangkan komputer yang bekerja menggunakan RISCs processor.
3. STORAGE HARDWARE

RAM dipakai untuk menyimpan data atau program yang sedang aktif diproses. RAM tidak dapat dipakai sebagai storage hardware karena kapasitas RAM terbatas dan RAM bersifat volatile, dimana data akan hilang jika sistem shut down. Sebagai penggantinya dipakai external magnetic media untuk menyimpan data dan program yang sedang tidak aktif diproses. Ada dua jenis magnetic storage hardware yaitu disk dan tape.
Disk storage banyak digunakan sebagai medium storage dalam industri sistem informasi. Disk storage terdiri atas tracks dan sectors yang merupakan tempat menyimpan data secara magnetik. Data dibaca dan direkam dengan menggunakan read/write heads. Berikut dapat dilihat perbandingan kapasitas disk pada tabel di bawah ini :


Type
Size
Capacity
Diskette
5-1/4 inches
1.2 MB
Diskette
3-1/2 inches
1.4 MB
Stacked Disk – Microcomputer
5-1/4 inches
100-1000 MB
Stacked Disk – Minicomputer and Mainframe Computer
10-15 inches
0.1-100+ GB


Tape storage merupakan storage yang berbentuk magnetic tape. Keuntungannya yaitu harganya relatif lebih murah, sedangkan kerugiannya yaitu data hanya dapat diakses secara berurutan.
Jenis storage hardware lainnya adalah optical storage hardware. Keuntungan optical disk ialah mempunyai kapasitas yang tinggi, compact, dan durable storage. Sedangkan kerugiannya : sulit untuk merubah data, dan lebih mahal.

Ada tiga macam optical storage hardware, yaitu :
Ø CD-ROM (compact disk - read only memory), populer digunakan pada multimedia. Optical storage data direkam dengan menggunakan laser untuk membakar lekukan kecil pada permukaan metal master disk. Selanjutnya seperti audio CD, hanya dapat dibaca dan tidak dapat dipakai untuk merekam lagi.
Ø WORM (write-once/read-many) optical disk, merupakan disk yang hanya dapat ditulisi sekali kemudian hanya dapat dibaca dan tidak dapat dipakai untuk merekam lagi. WORM device dipakai untuk memelihara satu record permanen yang penting dari seluruh data. Misalnya proses transaksi pada jaringan keuangan.
Ø Erasable optical disks, dapat dibaca dan ditulisi.

4. OUTPUT HARDWARE

Jenis output hardware yang banyak digunakan yaitu printer. Printer dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara, salah satu diantaranya character printers, line printers, dan page printers. Character printers umumnya berharga murah, mencetak per karakter, dan lambat. Line printers mencetak per baris, dipakai untuk mencetak sejumlah besar bentuk standard seperti invoice bulanan. Page printers mencetak per halaman, seperti mesin photo copy dan biasanya menggunakan laser untuk menghasilkan printed character.
Klasifikasi berikutnya yaitu impact printers dan nonimpact printers. Impact printers memukul kertas saat mencetak sehingga lebih berisik, misalnya dot matrix printer memukul pita karbon untuk menghasilkan cetakan pada kertas. Sedangkan nonimpact printers menggunakan sitem photoelectric untuk mencetak karakter, misalnya laser printer.
Bit-mapped printer bekerja atas dasar pengalamatan pada setiap dot yang membentuk baris dan kolom halaman kertas. Setiap dot pada halaman kertas dapat diset on (printed) atau off (not printed). Keuntungannya : dapat mencetak karakter dan gambar dengan mulus, tetapi kerugiannya : komputer harus mengirim lebih banyak instruksi dan data ke printer untuk mengcover data dan alamat setiap dot.
Output device lainnya adalah voice output, plotter dan layar monitor. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, layar monitor dapat juga digolongkan sebagai input device. Plotter mempunyai fungsi yang lebih rumit sehingga dapat digunakan untuk membuat grafik, diagram, peta, microfiche, dan microfilm.


Minggu, 01 Oktober 2006
Buana Katulistiwa- The Institut Géographique National (IGN), lembaga pemetaan nasional di Perancis, disarankan untuk memperhitungkan penyediaan data digital melalui internet secara gratis.
Auditor pemerintah juga menyayangkan adanya konflik kepentingan lembaga ini dalam membuat kebijakan nasional untuk sektor yang menjadi pemain utama. Kritik ini telah mendapat tanggapan yang luas, yang disebabkan oleh kebijakan lembaga itu selama ini yang memasarkan data secara komersial.
Kini muncul saran untuk menggunakan Guardian Technology's Free Our Data, untuk membuat para wajib pajak dilakukan secara gratis bagi semua pengunjung website.
Sumber technology.guardian.co.uk belum lama ini disinggung mengenai proyek data base geografi berskala besar yang dikenal dalam akronim Perancis sebagai RGE (référentiel à grande échelle). Seperti digital milik Ordnance Survey, MasterMap, RGE lebih dari sekadar peta. Memiliki beberapa layer data, termasuk batas administratif, foto udara dan alamat pos. Ini dipadukan menjadi dasar bagi semua pemetaan resmi di Perancis, yang diupayakan untuk tersedia bagi nilai tambah produk pengembang komersial.
Dalam laporan setebal 50 halaman, pengawas pemerintah menggugat berbagai aspek dari Program RGE. Disinggung juga menyenai besarnya subsidi yang harus ditanggung pemerintah selain yang 70 persen. Begitu pula, mekanisme bagi pembayarannya dianggap kompleks dan penuh ketertutupan. (bj

GIS Proyeksi Peta

Ditulis oleh La An di/pada Juni 11th, 2007
Bentuk bumi yg selama ini kita liat adalah sebuah model bumi yg dibikin oleh manusia, kadang ada berbentuk bulat kadang berbentuk elips. Tp sebenarnya bukan seperti itu bentuk bumi, bentuknya adalah tidak beraturan. Dan biar lebih mudah ngegambarnya, akhirnya lebih umum menjadi bulat. Dan bentuk bulat ini di bikin datar oleh peta. Namanya juga peta, kan gambaran permukaan bumi dalam bidang datar
Oleh karena permukaan bumi ini tidak rata alias melengkung-lengkung tidak beraturan, akan tetapi peta membutuhkan suatu gambaran dalam bidang datar, maka diperlukan pengkonversian dari bidang lengkung bumi sebenarnya ke bidang datar agar tidak terjadi distorsi permukaan bumi.
Ini nieh ukuran bumi dalam angka
Ellipticity: 0.003 352 9Mean radius: 6,372.797 kmEquatorial radius: 6,378.137 kmPolar radius: 6,356.752 kmAspect Ratio: 0.996 647 1
radius equatornya lebih panjang dari pada radius kutub

Pernah mengupas jeruk? Pasti susah bangat meletakkan kulit jeruk menjadi bidang datar, tetapi kulit jeruk tersambung semua. begitu juga yg di alami oleh kartografer ketika memetakan permukaan bumi, mereka harus memindahkan bagian geografis dengan cara tertentu, menarik dan menggabungkan kembali bagian-bagian tersebut secara bersamaan agar menjadi peta datar yang nyambung. peta tidak terkecuali globe mengalami distorsi dari bumi yang sebenarnya. Untuk wilayah yang lebih kecil, distorsi tidak signifikan karena wilayah yang kecil dalam globe kelihatan seperti permukaan datar. Untuk wilayah yang lebih luas atau untuk tujuan yang butuh akurasi yang tinggi, bagaimanapun distorsi merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu diperlukan proyeksi peta. Dalam penyusunan peta diperlukan suatu proyeksi peta yg memberikan hubungan antara titik-titik di bumi dengan di peta, proyeksi yg dipilih dipersyaratkan memiliki distorsi yg kecil.
Pada prinsipnya arti proyeksi peta adalah usaha mengubah bentuk bidang lengkung ke bentuk bidang datar, dengan persyaratan bentuk yang diubah itu harus tetap, luas permukaan yang diubah harus tetap dan jarak antara satu titik dengan titik yang lain di atas permukaan yang diubah harus tetap.
Proyeksi peta adalah teknik-teknik yang digunakan untuk menggambarkan sebagian atau keseluruhan permukaan tiga dimensi yang secara kasaran berbentuk bola ke permukaan datar dua dimensi dengan distorsi sesedikit mungkin. Dalam proyeksi peta diupayakan sistem yang memberikan hubungan antara posisi titik-titik di muka bumi dan di peta
untuk memenuhi semua ketiga persyaratan perubahan dari bidang lengkung ke bidang datar rasanya tidak mungkin bangat, maka ada kompromi2 dalam menggunakan syarat tersebut, sehingga munculah berbagai macam jenis proyeksi. Beberapa jenis proyeksi yang umum adalah silinder/tabung (cylindrical), kerucut (conical), bidang datar (zenithal) dan gubahan (arbitrarry)
Jenis proyeksi yang sering kita jumpai sehari-hari adalah proyeksi gubahan, yaitu proyeksi yang diperoleh melalui perhitungan. Jenis proyeksi yang sering di gunakan di indonesia adalah WGS-84 (World Geodetic System) dan UTM (Universal Transverse Mercator)
WGS-84 (World Geodetic System) adalah ellipsoid terbaik untuk keseluruhan geoid. Penyimpangan terbesar antara geoid dengan ellipsoid WGS-84 adalah 60 m di atas dan 100 m di bawah-nya. Bila ukuran sumbu panjang ellipsoid WGS-84 adalah 6 378 137 m dengan kegepengan 1/298.257, maka rasio penyimpangan terbesar ini adalah 1 / 100 000. Indonesia, seperti halnya negara lainnya, menggunakan ukuran ellipsoid ini untuk pengukuran dan pemetaan di Indonesia. WGS-84 “diatur, diimpitkan” sedemikian rupa diperoleh penyimpangan terkecil di kawasan Nusantara RI. Titik impit WGS-84 dengan geoid di Indonesia dikenal sebagai datum Padang (datum geodesi relatif) yang digunakan sebagai titik reference dalam pemetaan nasional. Sebelumnya juga dikenal datum Genuk di daerah sekitar Semarang untuk pemetaan yang dibuat Belanda. Menggunakan ER yang sama – WGS 84, sejak 1995 pemetaan nasional di Indonesia menggunakan datum geodesi absolut. DGN-95. Dalam sistem datum absolut ini, pusat ER berimpit dengan pusat masa bumi.
Proyeksi UTM merupakan proyeksi Peta yang banyak di pilih dan di gunakan dalam kegiatan pemetaan di Indonesia karena di nilai memenuhi syarat2 ideal yang sesuai dengan bentuk, letak dan luas Indonesia. Spesifikasi UTM antara lain adalah (1) menggunakan bidang silender yang memotong bola bumi pada dua meridian standart yang mempunyai faktor skala k=1, (2) Lebar zone 6° dihitung dari 180° BB dengan nomor zone 1 hingga ke 180° BT dengan nomor zone 60. Tiap zone mempunyai meridian tengah sendiri, (3) setiap zone memiliki meridian tengah sendiri dengan faktor perbesaran = 0.9996, (4) Batas paralel tepi atas dan tepi bawah adalah 84° LU dan 80° LS dan (5) proyeksinya bersifat konform. Menurut Frans (iagi.net) UTM menggunakan silinder yg membungkus ellipsoid dengan kedudukan sumbu silindernya tegak lurus sumbu tegak ellipsoid (sumbu perputaran bumi), sehingga garis singgung ellipsoid dan silinder merupakan garis yg berhimpit dengan garis bujur pada ellipsoid. Akibatnya, titik2 pada garis tersebut terletak pada kedua bidang, sehingga posisinya walaupun dipindahkan (diproyeksikan), dari ellipsoid ke silinder, tidak akan mengalami perubahan (distorsi).





Oleh Amri Rosyada
Kita telah mengenal berbagai format proprietary dari aplikasi-aplikasi SIG yang berbeda-beda, baik dari segi vendor-nya maupun perbedaan versi dari tiap format. Lumrah saja, karena tiap vendor menginginkan format yang efisien dan sesuai dengan aplikasi yang mereka buat. Terdapat fungsi dan aplikasi untuk korvesi antar format, tapi tidak selalu memadai karena ada keunikan dari tiap format yang belum tentu dapat dikonversi ke format lain.
Hal ini juga menjadi hambatan untuk webmapping , karena setiap aplikasi akan memerlukan client environment yang berbeda-beda pula. Tidak semua orang bersedia menginstall software tersendiri (applet khusus, plug-ins tertentu dll) bagi tiap aplikasi webmap yang ingin mereka lihat.
Karena perbedaan format menghambat pemanfaatan data geografis secara lebih luas, diperlukan cara pertukaran data yang dapat dipahami secara global. Fungsi ini dapat dipenuhi oleh XML (eXtensible Markup Language).

eXtensible Markup Language
XML adalah bahasa markup yang menyediakan sintaks yang lentur (dapat dikembangkan sesuai kebutuhan) dan independen (tidak tergantung sistem platform). Jadi sesuai untuk sarana pertukaran data antar berbagai ragam sistem, baik lewat internet atau jalur lain [1].
Format ini merupakan rekomendasi dari World Wide Web Consortium. XML memungkinkan untuk memuat baik data koordinat, data penyerta dan instruksi yang menyatakan jenis perlakuan terhadap data tersebut. Perlakuan itu dapat berupa transformasi data ke bentuk lain ataupun untuk menyatakan bagaimana data ditampilkan.
Penggunaan XML memungkinkan penerapan internet SIG dalam bentuk yang lebih terbuka, murah dan beragam tapi tetap kompatibel. Hal tersebut dapat diwujudkan oleh beberapa subset/turunan dari XML, yaitu SVG, XSL dan GML. Dunia XML memang penuh dengan akronim tiga huruf yang kadang membingungkan, untuk itu masing-masing akan coba dipaparkan secara singkat.

Scalable Vector Graphics
Untuk keperluan SIG, tentunya diperlukan format untuk tampilan data spasial. Karena XML bersifat general, maka untuk keperluan grafis diperkenalkan suatu subset XML yaitu SVG (Scalable Vector Graphics), suatu standar terbuka untuk grafik 2D yang merupakan rekomendasi dari W3C [2].
Peta Geologi gabungan vektor dan raster[15]
Hasil pemilu dalam SVG.[16]
Penggunaan SVG dalam SIG telah memberikan dampak terutama terhadap aplikasi webmap. Contoh tampilan webmap interaktif yang menggunakan SVG sudah cukup banyak saat ini, seperti gambar di kiri.
SVG memungkinkan penggunaan vektor yang memberikan banyak keunggulan dibanding format raster yang selama ini kita kenal. SVG juga dilengkapi dengan SVG DOM (Document Object Model) untuk membuat peta yang interaktif. Terdapat juga spesifikasi untuk mobile devices (SVG tiny) [2] dan browser phones (pSVG) [8,9]. SVG juga dapat dikompresi sehingga menurunkan ukuran transfer secara signifikan.
Dengan kemampuan SVG untuk memuat data vektor, bitmap dan teks, orang akan menganggap hanya dengan SVG sudah cukup. Dan memang saat ini sudah banyak contoh webmap yang menggunakan SVG, baik untuk tampilan dan data penyertanya [7].
Walau demikian, ada beberapa hal yang tidak tercakup dalam spesifikasi SVG. Misalnya mengenai standar link feature terhadap data, sistem referensi spasial yang digunakan, feature buffer atau standar skema data spasial.Memang sengaja tidak dicakup karena SVG adalah suatu format grafis umum yang tidak hanya digunakan untuk aplikasi SIG, sehingga pertukaran data secara terbuka akan rumit jika hanya mengandalkan SVG. Untuk itu diperlukan subset XML lain, yaitu GML.
Geographic Markup Language
GML adalah suatu subset XML untuk transformasi dan penyimpanan informasi geografis, baik data spatial ataupun non spatial dari suatu obyek geografis. GML adalah spesifikasi dari OpenGIS Consortium.
Komponen untuk layanan feature geografis[5]
GML menyediakan framework yang terbuka dan independen untuk mendefinisikan obyek dan skema dari suatu aplikasi SIG. Hal ini meningkatkan kemampuan untuk berbagi skema dan informasi geografis [5]. Format ini juga berperan penting dalam implementasi Web Feature Server (WFS).
WFS adalah suatu modul yang mengimplementasikan interface standar untuk operasi data spasial yang berada dalam suatu datastore [5]. Datastore tersebut dapat berupa general SQL database, flat XML file, spasial database, proprietary format dll, dan manipulasi terhadap datanya dapat dilakukan melalui Web. HTTP server adalah server yang dapat melayani HTTP request. Aplikasi klien adalah aplikasi yang berkomunikasi dengan web server menggunakan HTTP, misalnya suatu browser.
Standar yang interoperable mempermudah klien dalam menggunakan web sebagai sarana mengakses data geografis dan servis geografis lainnya. Tentu saja, GML hanya mengatur mengenai skema dan penulisan data spasial, sedangkan untuk menampilkannya dapat menggunakan SVG.

Extensible Stylesheet Language
XSL merupakan subset dari XML yang direkomendasikan W3C untuk mendefinisikan stylesheets [3]. Suatu dokumen XML dengan struktur tertentu dapat diproses oleh suatu XSL stylesheet menjadi bentuk lain yang diinginkan. Karena XSL adalah bahasa prosedural, XSL hanya berfungsi jika diterjemahkan menggunakan XSL Transformation (XSLT) [4].
XSL dipergunakan untuk mentransformasikan data (GML) menjadi tampilan grafis di klien (SVG). Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan prosesor untuk XSLT seperti Xalan atau Saxon. Di server hal ini dapat dilakukan secara otomatis untuk menghasilkan SVG. Sedangkan di sisi klien hal ini - paling tidak saat ini - masih harus dilakukan secara manual, karena browser belum memberikan keleluasaan untuk itu.
Cara lain untuk mengubah GML menjadi SVG, adalah dengan langsung mengakses Document Object Model, baik di server ataupun di klien. Di server, dapat dilakukan dengan menggunakan servlet, atau server scripts, atau aplikasi lain yang mampu mengakses DOM dari suatu dokumen XML. Di sisi klien, cara yang paling mudah adalah dengan menggunakan EcmaScript.

Peta dengan XML
Jika melihat format XML yang berupa tag-tag dalam bentuk teks, akan sulit membayangkan membuat aplikasi SIG berdasarkan XML. Tapi XML bukanlah bahasa pemrograman, melainkan data yang diproses oleh User Agent (aplikasi di server, browser dll) dengan instruksi tertentu.
Jika kita sudah memiliki data GML (baik berupa file yang dihasilkan suatu aplikasi atau stream dari web), data tersebut harus diolah lebih lanjut agar dapat ditampilkan. Dalam GML dimungkinkan untuk merujuk pada suatu skema data sehingga pemrosesan GML dilakukan berdasarkan skema tersebut. GML kemudian dapat ditransformasikan menggunakan XSL-XSLT, yang dapat dilakukan baik di server (misalnya Cocoon) atau secara lokal (misalnya menggunakan Saxon, atau parsing menggunakan clientside script). Di masa datang diharapkan XSL dapat dilaksanakan langsung di browser.
Setelah melalui proses transformasi, file GML akan menjadi SVG yang dapat dilihat menggunakan browser. (contoh file GML, XSL dan SVG dapat dilihat di bagian akhir). Saat ini, SVG di browser masih memerlukan plug-ins, karena SVG masih merupakan format yang baru, sehingga membutuhkan waktu bagi pembuat browser untuk mengadopsi-nya. Kecuali anda menggunakan browser khusus SVG seperti Amaya atau Batik.
Proses tersebut, mulai dari data, proses dan output semuanya berupa dokumen XML. Hal lainnya adalah proses ini dapat dilakukan menggunakan software-software opensource.
Sekilas muncul pertanyaan, mengapa tidak langsung menghasilkan SVG dari database atau aplikasi lainnya? Mengapa harus melalui GML?[18] Ilustrasi berikut mengenai Web Feature Server mungkin dapat membantu.

Konsep penggunaan XML dan pertukaran data
Penggunaan format XML (dalam hal ini GML) sangat penting karena berfungsi sebagai jembatan, terutama untuk penerapan Web Feature Server[14].
Dari binary ke teks
Sampai di sini mungkin masih ada yang mengganjal. Bagaimana mengubah data-data SIG yang sudah ada dan umumnya dalam bentuk binary ke XML? Hal ini masih harus dilakukan karena saat ini data-data SIG umumnya adalah dalam format proprietary (shapefile/dbf, mif/mid dll) yang berupa binary.
Beberapa cara yang dilakukan antara lain :
Dapat menggunakan bahasa pemrograman/script yang terdapat pada aplikasi SIG untuk mengambil data-data dan menghasilkan format XML (misalnya avenue pada ArcView 3.x, VB pada ArcGIS, atau mapBasic pada MapIfo).
Memasukkan data SIG dalam database, dan membuat file XML baik dengan fungsi yang ada pada database atau dengan bantuan aplikasi lain (PHP, perl, JSP, XSQL, XSL dll) [10].
Jika tidak memiliki software SIG, dapat membuat sendiri program yang membaca format binary, kemudian dieksport ke XML atau database. Ada juga aplikasi opensource maupun komersial yang dapat melakukan hal ini untuk beberapa format binary SIG [13].
Menggunakan aplikasi yang berjalan di server untuk membaca format binary dan langsung di-stream melalui web dalam bentuk GML.
Di masa datang hal ini akan lebih mudah, karena vendor applikasi SIG akan mengadopsi format XML atau turunannya baik untuk proses import atau export. Selain itu perkembangan teknologi GPS memungkinkan untuk langsung memproses data koordinat [11].
XML bukan hanya sekedar suatu format data, dan memang tidak didesain sebagai format penyimpanan semata. Data-data aplikasi SIG besar kemungkinan akan tetap menggunakan format proprietary, karena masing-masing vendor aplikasi SIG mempunyai pertimbangannya masing-masing (efisiensi, investasi yang ditanam dalam format tsb, proteksi dll). XML lebih berguna sebagai sarana pertukaran baik offline atau online.
Untuk database, perlu dipertimbangkan bahwa data XML bersifat hirarkis, sedangkan database relational. Selain itu database saat ini sudah ada yang memiliki kemampuan spasial. Jadi penyimpanan di database akan lebih memadai, dan struktur database-nya terserah kepada masing-masing pihak. Hasil query dapat disusun dan dikirim kepada klien dalam format XML tertentu yang sesuai [10].

Keuntungan penggunaan XML dalam SIG
Dengan segala kerepotan ini, keuntungan apa yang dapat diambil? Banyak sekali.
Format yang berupa standar terbuka.
Peta berbasiskan vektor dengan kualitas grafis yang baik.
Fasilitas DOM untuk modifikasi dokumen dan interaksi dengan pengguna.
Lebih hemat bandwith.
Extensible dengan berbagai teknologi di server (servlets, JSP, ASP, PHP, Pearl dll).
Konfigurasi sistem klien yang generik dan fleksibel.
Penerapan konsep pemisahan isi dari style, berarti memudahkan manajemen data.
Implementasi SIG yang tidak memerlukan biaya besar, lebih terjangkau oleh semua pihak.
Klien yang berdasarkan pada interface standar memungkinkan koneksi ke berbagai server, database, web service dll.
Memungkinkan adanya desentralisasi data geografis dengan pendekatan bottom up [6].
Data yang terdistribusi di berbagai tempat dapat diekstrak kemudian diintegrasikan secara mudah, selama tetap menggunakan format pertukaran standar.
Membuka peluang bagi terciptanya Sistem Informasi Kolaboratif [12].
Integrasi dengan non-GIS software, karena XML merambah ke semua bidang. Basis pengguna SIG bertambah luas.
Interaksi SIG dengan bidang lain secara lebih luas, dan penggunaan SIG untuk bidang yang selama ini belum terjamah SIG.
Beberapa keuntungan diatas memang dapat tercapai jika penggunaan XML telah diadopsi secara luas, yang diyakini hanya masalah waktu saja.

Hambatan
- Penggunaan XML belum mencapai tahap massal.- SVG masih belum disupport secara native di beberapa browser, jadi saat ini masih memerlukan plugins.Hal diatas memang wajar terjadi karena ada rentang waktu yang diperlukan dalam setiap pengadopsian teknologi baru.- Masalah HAKI, tidak semua data disediakan untuk publik.- Masalah organisasi dari institusi/badan/perusahaan untuk berkolaborasi bersama-sama.- Kesenjangan teknologi informasi yang kita alami di Indonesia (istilah gagahnya adalah digital divide), baik di tingkat bawah, menengah dan atas.

Penutup
Seperti juga pada bidang lain, XML akan membawa SIG kepada penerapan standar terbuka yang memudahkan akses dan pertukaran data geografis. Hal ini memungkinkan terciptanya kerjasama yang lebih terintegrasi antara pihak-pihak yang langsung terkait dengan SIG, juga dengan pihak lain yang selama ini belum memanfaatkan dan dimanfaatkan untuk SIG.Sisi lain adalah penerapan yang mudah dan murah akan bermanfaat terutama bagi yang memiliki sumberdaya terbatas. Bertambahnya pengguna SIG akan mendorong pengembangan SIG dari bawah, dengan partisipasi aktif masyarakat dalam melakukan self-survey SIG[17].

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda